Jakarta oh Jakarta- bagian 2

Posted in Uncategorized on December 3, 2020 by Slamet Sutrisno

Juni 2017, tiga bulan menjelang MPP.

Ku ketuk pintu ruang kerja bos yang tidak tertutup. “Ya Pak?” suara sapanya renyah dan ringan.

“Saya pengin ngajukan MPP Pak”.

“Lho kan di unit kita nggak ada yang disetujui ngajukan MPP”

” Iya Pak, pengin ngrasain nganggur tapi gaji penuh”

Obrolanpun berlanjut panjang, yang ujung cetitanya cuti MPPpun disetujui. Secara administrasi MPPku dimulai setelah libur hari raya Idul Fitri tahun ini. Maka di bulan puasa itulah kutinggalkan hiruk pikuk Jakarta.

Setelah sampai di rumah Bandung, segera kusiapkan untuk boyongan ke Semarang.

Rumah belum jadi, pekarangan penuh belukar. Itulah yang kami hadapi di Semarang. Penyelesaian bangunan berlanjut terus. Sesak nafas dan batuk mewarnai hari hari kami. Bau semen, bau cat, debu menjadi santapan harian.

Semarang, kita berjumpa lagi.

Selamat tinggal Jakarta.

Pencanangan Yang Tertunda

Posted in Uncategorized on December 3, 2020 by Slamet Sutrisno

Dua tahun yang lalu kubertekad untuk kembali menulis. Menulis apa saja, tentang perjalanan hidup, tentang pengalaman, tentang harapan, tentang kenangan.

Namun, sampai malam ini, ketika kembali teringat pada blog ini, ternyata belum sepotongpun tulisan kusangkutkan disini. Padahal selama dua tahun itu,, apalagi setelah pensiun dan pulang ke kampung halaman, banyak hal yang seharusnya kucatat. Tentang keberhasilan, tentang kegagalan, tentang harapan, dan apapun. Ada hal hal baru, pengalaman baru, kebiasaan baru,, prioritas yang berbeda, ada hal hal yang perlu ditingkatkan, bahkan banyak hal yang mesti ditinggalkan.

Ya, begitulah.

Nulis Lagi

Posted in Uncategorized on August 10, 2018 by Slamet Sutrisno

Setahun lebih saya tidak membuka blog ini. Berarti juga tidak menambah tulisan di dalamnya. Malas menulis membuat saya juga jadi malas membaca.

Dengan tidak banyak menulis dan membaca, saya merasa daya pikir dan daya nalar menjadi jauh merosot. Dokumentasi untuk pembelajaran tidak jalan.

Kalau begitu kucanangkan. Membaca dan menulis harus menjadi bagian dari sepenggal hidup yang sudah mendekati akhir ini.

Pengkondisian Kandang Tangkar Murai Batu

Posted in Peternakan with tags , , , , on June 13, 2017 by Slamet Sutrisno

Seberapapun uang anda, ternak murai tanpa pemahaman dan pengetahuan maka
RAIHLAH KEBANGKRUTAN.
Itulah sebaris kalimat yang ditulis Mas Joko Sumardiyono, praktisi ternak MB sekaligus konsultan breeding di Grup WA PETERNAK MURAI. Pada postingan lanjutan disampaikan, bahwa pengkondisian kandang adalah hal yang paling utama dalam merintis ternak murai batu.
Secara garis besar pengkondisian kandang yang dimaksud adalah menciptakan suhu dan kelembaban udara seperti di habitat MB. Lalu di habitatnya berapakah suhu dan kelembaban yang ideal? Mas Joko merekomendasikan, suhu antara 25o-30oC dan tingkat kelembaban 60%-80%.
Lalu bagaimana kita bisa mengukur suhu dan kelembaban udara dengan akurat? Di pasaran ada alat yang namanya hygro thermometer. Ada hal yang mungkin bisa luput dari perhatian para penangkar, yaitu kapankah atau tepatnya jam berapakah kita melalukan pengukuran. Lakukanlah pengukuran pada tiga waktu yang berbeda, misalnya jam 08:00 pagi, jam 12:00, dan jam 15:00. Yang sangat mungkin terjadi adalah, bahwa di pagi hari, suhu rendah dan kelembaban tinggi. Sedangkan pada siang hari, suhu tinggi dan kelembaban rendah.
Lalu, bagaimana mengoreksi atau menyesuaikan hasil pengukuran dengan kondisi ideal yang diharapkan?
Misalnya, suhu yang terlalu panas, dapat diturunkan dengan mengurangi paparan cahaya sinar matahari ke kandang , misalnya dengan memasang paranet diatas kandang, menjaga agar ada sirkulasi udara. Sedangkan kelembaban rendah, dapat dinaikkan dengan melakukan penyiraman di lantai kandang.
Apabila kondisi suhu tinggi dan kelembaban rendah terjadi secara permanen, maka harus dilakukan upaya-upaya yang lebih permanen untuk mengatasi masalah. Misalnya, tingkat kelembaban yang rendah memang bisa diatasi dengan penyiraman lantai kandang, akan tetapi kalau tiap saat harus menyiram lantai kandang tentu sangat merepotkan. Salah satu alternatifnya adalah dengan memasukkan baki berisi air ke kandang tangkar. Baki yang tidak terlalu tinggi tapi lebar akan lebih baik. Karena permukaan air yang lebih lebar akan lebih memudahkan air untuk menguap ke udara untuk membantu meningkatkan kelembaban.
Suhu udara yang selalu tinggi dapat direduksi, baik dengan memasang paranet, mengurangi paparan langsung sinar matahari, menghindarii pemakaian bahan-bahan yang menyerap panas (misalnya atap seng), ataupun mendesain kandang sedemikian rupa, sehingga udara dalam kandang bisa mengalir. Udara mengalir bukan berarti jadi berangin kencang. Dengan udara yang mengalir, selain efektif menurunkan suhu udara, juga mengurangi konsentrasi gas amoniak dari kotoran dalam kandang.
Tulisan seputaran ternak MB ini akan saya buat dalam beberapa seri, yang satu dengan lainnya akan saling melengkapi. Adapun bahan-bahannya saya ambil dari literature, pengalaman yang dituangkan oleh teman-teman praktisi dalam grup WA, ataupun fb dan pengalaman pribadi.
Salam

Nyalang

Posted in Uncategorized with tags on August 23, 2016 by Slamet Sutrisno

Nyalang mata sepanjang malam

Urat leherku menegang

Denyut nadiku menjulang

Nafasku binal bagai kuda liar

Ini dini hari

Tapi darahku sepanas titik api

Sungguh mudah kupadamkan bara di tungku

Namun tidak yang di dalam dadaku

 

Menteng, Februari 2016

Kota Tua

Posted in Uncategorized on August 23, 2016 by Slamet Sutrisno

Bulan terbelah di langit kota tua
Retak seperti hatiku
Robek seperti jantungku
Tersayat seperti jiwaku
Ngilu

Menteng, 13 Januari 2016

MENCARI UANG

Posted in Spiritual with tags on July 24, 2015 by Slamet Sutrisno

Entah Dari mana istilah “mencari uang” itu datang. Mencari uang sering dijadikan sebagai kata pengganti untuk “bekerja”. Jadi pengertian umum dari bekerja sama dengan mencari uang. Senior saya dulu bilang, bekerja itu untuk mencari kesenangan. Kalau kata Cak Nun (M.H. Ainun Najib), dia tidak mau mencari uang, karena derajad manusia lebih tinggi dari uang, maka uanglah yang harus datang. Bahkan lebih lanjut Cak Nun mengatakan, bahwa uang yang datang hanya sebagai efek moral dari kerja yang kita lakukan.

Saya sepakat banget dengan cara berpikir Cak Nun. Saya yakin bahwa dengan melakukan hal terbaik apapun yang menjadi hajat orang banyak, uang akan mengejar kita (istilah Cak Nun).

Mungkin kita perlu bukti kecil kecilan dari teori diatas. Mari kita amati. Tentu kita sesekali pernah memberikan tips. Entah itu kepada sopir taksi, kepada OB di kantor, kepada room-boy di hotel. Kepada siapakah kita memberikan tips lebih banyak? Ya, kepada siapa saja…., yang jelas biasanya kepada mereka yang memberikan layanan terbaik kepada kita.

Kalau sudah tahu begitu mengapa kita selalu mengejar uang. Bukankah lebih baik kita lakukan yang terbaik, apapun posisi kita.

Jadi pedagang ya pedagang yang baik. Timbangan dan ukuran harus bener. Keramah tamahan dan layanan kepada pelanggan kita tampilkan sebaik-baiknya. Ambillah keuntungan seminimal mungkin, jangan bikin kapok pembeli.

Jadi pegawai ya pegawai yang baik. Selesaikan tugas-tugas lebih awal, sehingga kesalahan-kesalahan yang ada masih ada waktu untuk memperbaiki. Tidak datang telat dan pulang cepat, tidak sering menghilang (ternyata tidak perlu menjadi orang sakti untuk bisa menghilang).

Ingatlah….sebaik-baik manusia adalah yang paling berguna bagi orang lain. Bukan orang yang uangnya banyak. Tapi telitilah……orang yang banyak memberi manfaat bagi orang lain….ternyata mereka tercatat sebagai orang-orang kaya tingkat dunia…. Salam.

MENJALIN KEBERSAMAAN DI PULAU TIDUNG

Posted in Pariwisata on June 29, 2015 by Slamet Sutrisno

Dimanakah Pulau Tidung? Yang jelas di jajaran kelompok Kepulauan Seribu. Rekan pem20150601_064454baca akan lebih cepat menemu20150601_073825kannya di Google Map daripada bertanya-tanya pada saya.
Kami berangkat dari halaman kantor kami pada jam 05 ++, Senin 1 Juni 2015IMG-20150603-WA0007. Keberangkatan yang tadinya direncanakan jam 05:00 terpaksa molor sedikit karena sesuatu dan lain hal. Dengan total pasukan kurang lebih 30 orang kami berangkat dari Kebon Sirih menuju Pelabuhan Muara Angke. Sekitar jam 06:30 kami sudah sampai di Muara Angke. Bau khas pelabuhan ikan menusuk hidung. Bagi yang tidak terbiasa perut pasti langsung berontak.
Ah, mungkin ada yang tidak beres. Ternyata kami tidak dapat segera naik kapal kayu menyeberang ke Pulau Tidung. Biarkan saja. Setelah kurang lebih satu jam menunggu, akhirnya naik juga kami ke kapal, dengan melompat dari satu kapal yang satu ke kapal yang lainnya. Udara laut yang panas mulai mengganggu sebelum kapal angkat jangkar.
Begitu kapal kayu mulai melaju dengan mesinnya yang gemuruh, maka para pesertapun mulai sumringah. Udara yang masih cukup panas agak teredam oleh hembusan angin dari lambung kapal. .Kamera professional sampai kamera gadget mulai beraksi. Ceritapun rasa rasanya tidak akan pernah terhenti.
Namun setelah setengah perjalanan lebih, ternyata suasananya mulai berubah. Celoteh tidak lagi riuh. Kamera kamera sudah mulai ditutup. Anggota rombongan mulai bergeletakan kepanasan dan kelelahan. Bahkan ada yang mabok laut.
Namun beberapa saat kemudian kami telah sampai. Dermaga Pulau Tidung adalah dermaga yang sederhana. Kami langsung ke tempat penyewaan sepeda. Dari dermaga sampai ke homestay kami bersepeda sambil membawa barang bawaan kami masing masing. Tapi bagi yang memerlukan bantuan, bawaannya akan dimuat pakai becak. Kami sampai di homestay dengan keringat yang bercucuran.
Setelah beristirahat sejenak kamipun menikmati makan siang ala back packer. Tapi semuanya kami babat dengan lahap.
Setelah kembali istirahat sejenak kamipun bersepeda lagi menuju pantai untuk menikmati permainan air seperti banana boat dll. Puas main banana boat, pie dll yang ditarik speed boat, beberapa orang mencoba melompat dari jembatan ke laut. Di dua permainan inilah nyali nyali teruji.
Puas dengan permainan kendaraan air, kami menuju lokasi snorkeling.
Puas main snorkeling kamipun bersepeda kembali ke homestay. Setelah rehat sejenak, sebagian dari kami bersepeda lagi menuju pantai untuk melihat sunset.
Setelah makan malam, hiburan dilanjutkan dengan nyanyi dan menari bersama sama, disambung dengan barbeque sederhana.IMG_005820150601_161621 20150601_171908

Anjar, Peggy, Eci, Chiquita…
Hari kedua.
Di hari kedua inilah agaknya terjadi kesimpang siuran informasi. Acara nonton sunrise akhirnya terpecah menjadi dua. Satu ke pantai timur, satunya ke pantai utara.
Setelah sarapan pagi, kamipun bersiap siap meninggalkan Pulau Tidung. Pulau yang bersahaja, tapi telah membuat kami ingin kembali menikmati laut dan pasirnya untuk waktu yang akan datang. IMG_0097 IMG_9803

Oom Tri, P Tjahjo (Buya), Mas Eka, Mas Nur,Mas Akbar, Kang Hafiz

IMG_9809

Bella……Debt Collector…

IMG_9815 IMG_9833 IMG_9931

Wah…Si Uci lepas kendali………..

20150602_055933 DSCN5791 DSCN5855 DSCN5869 DSCN5880 DSCN5890 DSCN5895 DSCN5916 DSC_0310 DSC_0358 DSC_0363 DSC_0606 DSC_0392IMG-20150601-WA0002 IMG-20150603-WA0000 IMG-20150603-WA0003 IMG-20150603-WA0017DSC_0451 DSC_0454 DSC_0457 DSC_0461 DSC_0467 DSC_0482 DSC_0496 DSC_0521 DSC_0606

Selamat tinggal 2014

Posted in Spiritual with tags on December 24, 2014 by Slamet Sutrisno

Tahun 2014 hampir berakhir.

Kesuksesan banyak terukir, demikian pula tidak sedikit kegagalan yang tak terelakkan.

Namun semuanya akan mendewasakan kita. Bahkan kegagalan menjadikan kita semakin waspada untuk melangkah ke depan. Ada satu kiriman dari seorang sahabat kata-kata bijak ” Jika salah perbaiki, Jika gagal coba lagi, Tapi jika kamu menyerah….semuanya selesai.

Ya, tidak masalah kita jatuh enam kali, asal kita masih sanggup bangun tujuh kali.

Selamat datang 2015.

Angon Kebo

Posted in Otobio with tags , on January 2, 2014 by Slamet Sutrisno

Dari SD sampai  di Akademi hidupku tidak pernah terpisah jauh dari binatang ternak, baik yang kaki 2 maupun kaki 4. Salah satu kegiatan rutin pemilik ternak berkaki 4 adalah menggembala atau angon. Bagiku kegiatan angon yang paling menyenangkan adalah angon kebo atau menggembala kerbau.

Tidak lain karena ketika digembalakan, kerbau biasanya dengan senang hati bila kita menumpang diatas punggungnya. Kalau penggembala yang tulen, biasanya sembari nangkring di punggung kerbau dia akan membunyikan seruling. Kalau aku memang seumur-umur belum pernah bisa membunyikan seruling.

Menggembala kerbau biasanya dilakukan setelah waktu ashar hingga menjelang maghrib. Bahkan kalau sedang musim kemarau, kerbau digembalakan lebih awal. Mengapa harus digembalakan? Mencarikan rumput untuk beberapa ekor sapi atau kerbau bukanlah pekerjaan yang ringan. Makanya kecuali di carikan rumput atau jerami sapi dan kerbau juga di gembalakan.

Menggembala kerbau yang paling cocok adalah disawah yang habis dipanen beberapa minggu sebelumnya. Karena bekas padi yang sudah di panen biasanya sudah tumbuh padi baru dari bonggol padi yang tersisa, yang dalam bahasa Jawa di sebut singgang. Kerbau sangat menyukainya, karena ibaratnya dia dapat makanan padi yang masih muda.

Kampung kami berbukit-bukit, maka tanah pertanian yang adapun tidak rata, baik tanah kebun maupun tanah persawahannya. Tanah-tanah pertanian diberi terasering, selain untuk mengatur aliran air, juga untuk menahan tanah dari bahaya erosi.

Sore itu aku terkantuk-kantuk diatas punggung kerbau yang makan dengan tenangnya di persawahan. Matahari sudah jauh condong ke barat dan sudah mulai menampakkan warna merahnya. Itu adalah waktu yang paling disenangi anak-anak gembala. Matahari sudah tidak galak memancarkan panasnya. Angin sore kadang membuat kita mengantuk. Anak-anak kampung seperti kami tidak pernah diajarkan tidur siang.

Dari posisi duduk aku merubah posisi jadi tengkurap di punggung kerbau. Bau badan kerbau yang kurang sedap tidak begitu kuhiraukan. Tiba-tiba aku terbangun. Dengan kesadaran penuh kupegang tanah becek tempatku telungkup. Ya, aku memang sudah tidak berada di punggung kerbau. Aku sudah berada disawah yang habis di panen. Aku melihat sang kerbau masih makan dengan tenangnya. Tapi rupanya kami sudah tidak berada di petak sawah bagian atas, kami sudah turun satu petak lebih rendah. Ah, saya tahu. Si kerbau itu sudah turun dari petak sawah sebelah atas ke petak di bawahnya. Jadi aku terjatuh dari punggungnya ketika dia melompati pematang sawah ke petak dibawahnya.