Dari SD sampai di Akademi hidupku tidak pernah terpisah jauh dari binatang ternak, baik yang kaki 2 maupun kaki 4. Salah satu kegiatan rutin pemilik ternak berkaki 4 adalah menggembala atau angon. Bagiku kegiatan angon yang paling menyenangkan adalah angon kebo atau menggembala kerbau.
Tidak lain karena ketika digembalakan, kerbau biasanya dengan senang hati bila kita menumpang diatas punggungnya. Kalau penggembala yang tulen, biasanya sembari nangkring di punggung kerbau dia akan membunyikan seruling. Kalau aku memang seumur-umur belum pernah bisa membunyikan seruling.
Menggembala kerbau biasanya dilakukan setelah waktu ashar hingga menjelang maghrib. Bahkan kalau sedang musim kemarau, kerbau digembalakan lebih awal. Mengapa harus digembalakan? Mencarikan rumput untuk beberapa ekor sapi atau kerbau bukanlah pekerjaan yang ringan. Makanya kecuali di carikan rumput atau jerami sapi dan kerbau juga di gembalakan.
Menggembala kerbau yang paling cocok adalah disawah yang habis dipanen beberapa minggu sebelumnya. Karena bekas padi yang sudah di panen biasanya sudah tumbuh padi baru dari bonggol padi yang tersisa, yang dalam bahasa Jawa di sebut singgang. Kerbau sangat menyukainya, karena ibaratnya dia dapat makanan padi yang masih muda.
Kampung kami berbukit-bukit, maka tanah pertanian yang adapun tidak rata, baik tanah kebun maupun tanah persawahannya. Tanah-tanah pertanian diberi terasering, selain untuk mengatur aliran air, juga untuk menahan tanah dari bahaya erosi.
Sore itu aku terkantuk-kantuk diatas punggung kerbau yang makan dengan tenangnya di persawahan. Matahari sudah jauh condong ke barat dan sudah mulai menampakkan warna merahnya. Itu adalah waktu yang paling disenangi anak-anak gembala. Matahari sudah tidak galak memancarkan panasnya. Angin sore kadang membuat kita mengantuk. Anak-anak kampung seperti kami tidak pernah diajarkan tidur siang.
Dari posisi duduk aku merubah posisi jadi tengkurap di punggung kerbau. Bau badan kerbau yang kurang sedap tidak begitu kuhiraukan. Tiba-tiba aku terbangun. Dengan kesadaran penuh kupegang tanah becek tempatku telungkup. Ya, aku memang sudah tidak berada di punggung kerbau. Aku sudah berada disawah yang habis di panen. Aku melihat sang kerbau masih makan dengan tenangnya. Tapi rupanya kami sudah tidak berada di petak sawah bagian atas, kami sudah turun satu petak lebih rendah. Ah, saya tahu. Si kerbau itu sudah turun dari petak sawah sebelah atas ke petak di bawahnya. Jadi aku terjatuh dari punggungnya ketika dia melompati pematang sawah ke petak dibawahnya.